Publikinfo.id, Berita Merangin – Saksi ahli hukum pidana dihadirkan dalam persidangan yang melibatkan mantan pimpinan Pondok Pesantren Al-Munawaroh Bangko atas dugaan penggelapan dana santri.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendatangkan saksi ahli pidana dalam lanjutan sidang dugaan penggelapan dana tabungan santri di Pondok Pesantren Al-Munawaroh.
Rizal Purwanto, Kasi Pidana Umum Kejari Merangin selaku JPU menuturkan bahwa saksi yang dihadirkan menguatkan apa yang didakwakan kepada Sofwan, mantan pimpinan pesantren tersebut sebagai terdakwa.
“Hari ini menghadirkan saksi ahli pidana, hasil pemeriksaan di persidangan sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terdakwa,” ujarnya.
Itu artinya dikatakan Rizal bahwa saksi tersebut menguatkan hasil BAP atas dugaan penggelapan yang dilakukan terdakwa.
Sebagaimana diketahui, terdakwa Sofwan yang merupakan mantan pimpinan Pondok Pesantren Al-Munawaroh diduga menggelapkan dana tabungan santri.
Dari beberapa kali sidang, saksi menguatkan dugaan yang dilakukan terdakwa.
Seperti persidangan sebelumnya yang menghadirkan mantan Bendahara, Mushonah membenarkan adanya temuan dalam hasil audit yayasan terkait selisih penggunaan dana santri sekitar Rp 306 juta oleh terdakwa.
Saat hakim menanyakan apakah sebelumnya pernah diminta untuk membuatkan laporan pertanggungjawaban, Mushonah menyebutkan tidak pernah diminta.
“Kenapa di tahun 2020 tiba tiba saudara, terdakwa, sekretaris disuruh (diminta red) untuk membuatkan Lpj,” tanya Majelis Hakim dalam persidangan ke Mushonah.
“Saya nggak tahu yang mulia, tahu tahu saya dipanggil, saya, sekretaris, buya Sofwan (terdakwa) disuruh membuat Lpj dan melengkapi data aset atau administrasi yang lain,” jawab Mushonah.
Sebab sejak menjadi bendahara, Musonah mengaku tidak pernah membuat laporan pertanggungjawaban (Lpj) di Pondok Pesantren. Namun pada tahun 2020 lalu Mushonah tiba tiba diminta terdakwa untuk membuat Lpj.
Kemudahan Majelis Hakim menanyakan apakah saksi mengetahui alasan diminta yayasan untuk membuatkan LPJ.
Mushonah memberikan jawaban bahwa Lpj tersebut diminta karena terdapat masalah di Pondok Pesantren tersebut.
Namun dari pertanyaan majelis hakim terkait pertanyaan kenapa tiba tiba diminta untuk membuat Lpj ke terdakwa, Mushona mengaku tidak mempertanyakannya.
Sementara ketika ditanyakan kuasa hukum terdakwa, Mushonah mengaku bahwa Lpj tersebut berguna kedepannya sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Mushonah juga mengakui jika dana tabungan santri digunakan untuk keperluan operasional pesantren. Namun terkait legalitas penggunaannya, Mushonah menyebutkan tidak ada aturan yang melarang pemakaiannya.
“Tidak ada aturan yang mulia bahwasanya uang ini tidak bisa dipakai untuk operasional pesantren,” ujar Mushonah.
Selain itu Majelis Hakim juga menanyakan terkait hasil audit yang menyebutkan ada temuan selisih dana di Pondok Pesantren sebesar Rp 306 juta.
“Menurut hasil audit ini ada uang yang belum dikembalikan, betul,” tanya Majelis Hakim.
“Iya benar yang mulia,” jawab saksi.
Majelis hakim ketua juga menanyakan kembali kepada saksi terkait apakah terdakwa pernah menggunakan dana pesantren untuk kepentingan pribadi. Sebab saat ditanyai kuasa hukum, Mushonah mengaku tidak pernah.
“Saya ingin meluruskan kepada saksi karena tidak konsisten, apakah karena ketidakpahaman. Tadi waktu saya tanya, saudara mengatakan seperti bayar pajak mobil pribadi memakai uang yayasan,” tanya hakim
“Ya,” jawab Mushonah.
“Tadi saudara bilang ke penasehat hukum tidak ada terdakwa ini memakai uang yayasan untuk keperluan pribadi. Yang benar mana ? Tanya hakim
“Waktu itu saya diminta bayar dulu,” kata saksi.
“Berarti dipakai uang yayasan untuk kepentingan pribadi terlepas diganti atau nggak, tapi kan dipakai,” kata hakim.
“Iya yang mulia, benar,” kata Mushonah.
Sementara untuk selanjutnya, Rizal menyebutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Persidangan akan dilanjutkan pada Kamis (27/01) mendatang.(ean).
Discussion about this post