Publikinfo.id, Berita Merangin – Pemilik Yayasan Lailo Beruji yang menaungi Pondok Pesantren Al-Munawaroh Bangko bantah tuduhan itikad baik terdakwa kasus dugaan penggelapan dana tabungan santri tidak dihiraukan.
Beberapa kali persidangan, terdakwa kasus penggelapan dana tabungan santri, Sofwan mengaku memiliki itikad baik dengan pihak yayasan untuk mendiskusikan permasalahan di Pondok Pesantren Al-Munawaroh Bangko.
Namun Sofwan berkilah bahwa niatnya tersebut tidak disambut baik yayasan yang datang ke kediaman pemilik yayasan di di Merangin ataupun Kota Jambi dengan tidak membukakan pintu.
Menanggapi hal tersebut, Rotani Yutaka membantahnya dengan menyebutkan sebelum perkara tersebut naik ke kepolisian dan persidangan ada upaya mediasi.
Rotani juga membantah jika pihaknya pernah beranjak dari Jambi ke Merangin dan pernah mampir ke pondok pesantren.
“Walaupun saya bertempat tinggal di Jambi, tapi hampir setiap bulan saya datang ke Bangko dan selalu bertemu di kediaman saya atau di pondok pesantren,” katanya melalui sambungan telepon, Kamis (03/02).
Bahkan kata Rotani, terdakwa pernah menginap di rumahnya yang berada di Kota Jambi. Sehingga dia meminta agar tidak membuat alasan tidak ada dirumah, padahal sekarang zaman teknologi seharusnya bisa ditelepon.
“Kalau ketemu setidaknya pasti ada pembahasan tentang pesantren, ngasih masukan untuk fokus mengurus pesantren,” tambahnya.
Sementara terkait terdakwa yang menyebutkan bahwa pihak yayasan memiliki kecemburuan karena membuka pesantren di Kabupaten Sarolangun turut dibantah Rotani.
Justru Rotani merasa senang jika terdapat warga yang ingin membangun dengan membawa misi sosial terlebih keagamaan.
“Saya justru sangat senang jika ada orang yang ingin membuka pesantren. Siapapun yang membangun pesantren untuk masa depan anak bangsa,” katanya.
Namun yang diminta Rotani yakni kejujuran dalam mengelola pesantren dan bukan ada indikasi mengambil keuntungan pribadi mengatasnamakan pesantren.
“Cuman yang saya minta kejujuran, jangan menggunakan nama pesantren untuk kepentingan pribadi,” katanya.
Dalam persidangan Kamis (03/02), Sofwan merasa miris karena dia yang masih memiliki hubungan keluarga dengan pihak yayasan tega diperkarakan.
“Saya lebih miris bila kepercayaan yang diberikan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ibaratkan kacang lupa dengan kulit,” tegasnya.
Sebab sebelum diangkat sebagai pengurus pesantren, Rotani tidak mendapatkan informasi jika terdakwa merupakan seorang pengusaha.
Sehingga dia mempertanyakan pengakuan Sofwan dalam persidangan yang mengaku sebagai pengusaha ke majelis hakim.
Terkait kasus tersebut, Rotani berharap agar jika terbukti bersalah terdakwa dihukum yang seadil adilnya. (Ean).
Discussion about this post